Sabtu, 02 November 2013

Mengunjungi Negeri Laskar Pelangi

LANGIT di atas Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, masih tampak temaram. Meski demikian, dari ufuk timur terlihat mentari perlahan mulai menanjak memperlihatkan sinarnya sekitar pukul 06.00 dipagi hari pada akhir Oktober 2013. Pagi itu, kami telah berada satu gate di Terminal 1B bandara tersebut untuk melancong ke Pulau Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tak lama, hanya sekitar setengah jam boarding, pesawat Sriwijaya Air langsung take off menuju pulau itu. Pun dengan penerbangannya. Hanya butuh waktu sekitar 45 menit penerbangan untuk sampai bandara Hanandjuddin Tanjungpandan. Ya, tibalah kami di pulau yang kini dikenal sebagai negeri Laskar Pelangi itu.

Belitung sekarang menjadi sangat terkenal setelah film "Laskar Pelangi" menjadi box office. Dalam film yang diambil buku karya Andrea Hirata menceritakan kehidupan anak-anak sekolah di Kecamatan Gantong, Belitung Timur. Selain itu, film tersebut juga bercerita mengenai keindahan alam di Pulau Belitung.

Sesampai di bandara, kami langsung menuju kota Tanjungpandan. Kesan di kota ini, ada sejumlah perkembangan sejak kami terakhir datang pada 2009 lalu, yaitu dengan menjamurnya sejumlah hotel. Kabarnya, dibangunnya hotel-hotel tersebut sebagai efek dari film "Laskar Pelangi" yang menyebabkan ribuan turis datang ke pulau ini datang ke pulau itu  untuk menikmati pemandangan secara langsung.

Sekitar pukul 10.00, kendaraan yang kami tumpangi mulai melakukan tour menuju lokasi-lokasi wisata di Belitung. Seperti halnya turis lain, Tanjung Kelayang adalah sasaran pertama. Jaraknya sekitar 30 km dari Tanjungpandan,  dan biasa ditempung selama 30 menit.

Di lokasi ini, selain disuguhi pemandangan pantai pasir putih yang cukup landai, dari kejauhan pun terlihat sejumlah gugusan pulau dan karang yang sangat menarik. Niat hati ingin langsung terjun ke pantai mandi-mandi karena benar-benar tak tahan, namun sang pemimpin rombongan meminta agar kami menahan sejenaak, karena masih ada perjalanan yang jauh lebih menantang.  Berlayar ke salah satu pulau di sekitar Tanjung Kelayang.

Pulau yang kami tuju adalah Pulau Lengkuas. Jaraknya sekitar satu jam perjalanan menuju pulau Lengkuas, kami disuguhi dengan pemandangan yang begitu indahnya. Dengan menggunakan kapal sewaan yang banyak terdapat di Tanjung Kelayang, kami menuju Pulau Lengkuas.  Batu-batu besar mewarnai gugusan pulau itu. Sedangkan di sepanjang dasar laut, tumbuh tanaman rumput laut yang tumbuh liar, sehingga gugusaan pulau itu dikitari oleh laut yang berwarna hijau.  Ada tiga pulau yang terlihat cukup besar dan menjadi spot para turis, Pulau Lengkuas, Pulau Kepayang dan Pulau Kelayang.

Pulau Lengkuas menjadi lokasi paling ramai, karena berdiri sebuah mercu suar yang tingginya sekitar 80 meter. Mercu suar ini didirikan pada zaman Belanda sekitar tahun 1800-an saat itu banyak kapal dagang Belanda yang datang mengangkut lada.  Lada adalah komoditas andalan Belitung, selain timah. Komoditas tersebut tetap lestari hingga saat ini.

Mercu suar tersebut didirikan agar kapal-kapal tidak melewati gugusan pulau tersebut, karena banyak rintangan. Meski umurnya telah 200 tahunan, namun bangunan ini masih cukup kuat. Kami bisa melihat seluruh Pulau Belitung dari atas mercu suar ini. Sementara pohon-pohon kelapa yang tumbuh di sekitar mercu suar ini semakin memperindah pemandangan.

Tak jauh dari Pulau Lengkuas, para turis pun bisa menikmati indahnya alam bawah laut Belitung. Dengan melakukan snorkling, para turis bisa melihat ikan-ikan yang berkeliaran di sekitar pulau itu. Untuk mengundang ikan-ikan ini tidak terlalu sulit, hanya dengan menebar remah-remah roti ke laut, maka ribuan ikan akan langsung datang saling berebutan.

Beda lagi dengan Pulau Kelayang yang bisa ditempuh sekitar 20 menit dari Pulau Lengkuas. Di pulau yang pemandangannya tidak kalah menarik ini, sudah menjadi tempat untuk melestarikan hewan penyu. Ada sejumlah jenis penyu yang bisa dengan aman bertelur di pulau ini. Pemerintah setempat bekerjasama dengan sebuah LSM berusaha melestarikan keberadaan komunitas penyu agar keseimbangan alam tetap terjaga.

Puas kami berenang di kepulauan tersebut. Namun masih ada satu lagi situs yang tak boleh dilewati, Tanjung Tinggi. Setelah kembali sampai Tanjung Kelayang, kami tangsung bergegas ke dalam kendaraan kami untuk menuju Tanjung Tinggi.

Nah di Tanjung Tinggi inilah batu-batu besar banyak terdapat di sisi pantai. Pada saat laut surut, celah-celah bebatuan ini bisa dijadikan jalan. Tak salah, karena salah satu lokasi syuting Laskar Pelangi juga dilakukan di situs wisata ini. Selain itu, nampak jelas dari lokasi ini matahari tenggelam, sehingga Tanjung Tinggi saat sore hari banyak dikunjungi wisatawan karena mereka ingin menghabiskaan waktu sore hari untuk melihat sunset.

Tak terasa matahari telah tenggelam, kami pun memutuskan untuk kembali ke base camp di Tanjungpandan untuk beristirahat dan menyiapkan fisik untuk perjalanan hari selanjutnya.

Keesokan harinya, sekitar pukul 08.00 kami telah siap dengan perjalanan selanjutnya. Tujuan kami hari itu  adalah napak tilas Laskar Pelangi. Walaupun sebenarnya napak tilas itu telah kami lakukan sejak di Tanjung Tinggi, namun tak afdol rasanya bila tidak melihat langsung replika SD Muhammadiyah 07 Gantong, Belitung Timur. Di SD inilah film Laskar Pelangi dimulai. Namun tidak seperti tahun 2009 yang posisinya masih berdampingan dengan sekolah aslinya. Replika sekolah yang sudah reot tersebut, kini dipindah ke lokasi lain, namun kini lebih mudah melihatnya, karena berada persis di sisi jalan arah Tanjungpandan-Gantong. Melihat replika sekolah itu, akan mengingatkan sekolah-sekolah kita pada tahun 70-an yang masing menggunakan dinding kayu.

Masih ada lagi di Gantong. Ya Andrea Hirata meninggalkan banyak hal di Gantong. Selain replika yang masih lestari, dia juga telah membangun sebuah museum, yaitu 'Museum Kata'. Di sebuah bangunan bekas milik PT Timah, Andrea membangun museum yang baru ada satu ini di ASEAN. Dari inspirasi film tersebut, terbangun sebuah museum, lengkap dengan perlengkapan yang dipakai dalam syuting "Laskar Pelangi" seperti sepeda butut dan pernak-pernik lainnya.

Setelah melihat pemandangan di dataran tinggi yaitu di rumah sekep kami melakukan misi terakhir dengan ngopi di Kota Manggar. Ya di ibukota Kabupaten Belitung Timur ini memang dikenal sebagai kota 1001 warung kopi, bukan hanya di setiap sudut jalan terlihat warung kopi, namun warkop-warkop tersebut nampak bersampingan dengan warkop lainnya.

Banyaknya warkop di Manggar ini tidak lepas dari kebiasaan masyarakat setempat yang sering ngopi-ngopi sambil membincangkan kondisi yang terjadi saat ini dengan rekan-rekan lainnya. Bahkan bila malam minggu, hampir semua warung kopi itu akan dipenuhi oleh pengunjung. Setelah satu jam ngopi, tak terasa jam telah menunjuk angka 13.00, itu artinya kami harus bergegas kembali ke Jakarta. Jarak Manggar-Tanjungpandan adalah 90 kilo meter, jarak tersebut bisa ditempuh selama satu jam hingga satu jam setengah. Tidak lama setelah sampai di Bandara Hanandjuddin dan melakukan chek in pesawat pun kembali ke Jakarta. (hendra gunawan)

1 komentar:

  1. Belitung memang mantaapsss.... Batu-batunya itu lho... jadi gatal nih tangan pingin moto-moto...

    BalasHapus